Selasa, 21 September 2010

Saya Pengemis, Bukan Koruptor


Jangan salah! Sekarang di Indonesia, bukan hanya koruptor yang akan diuber pihak berwajib dan dikenai hukuman. Pengemis pun bakal tidak akan bisa bergerak bebas lagi di Indonesia. Dengan kalimat lain, pengemis itu pelaku kriminal.

Alangkah mirisnya jika ada pengemis, saat diamankan petugas, mereka berusaha membela diri sembari mengatakan, "Jangan tangkap saya, Pak Polisi. Saya ini cuma pengemis. Bukan koruptor. Bukan maling. Bukan jambret atau copet. Bukan pemerkosa. Bukan pembunuh berantai".

Sementara sang petugas menyahutinya, "Ah, sama saja. Itu sudah ada peraturannya !".

Pengemis memang unik. Adakalanya punya persamaan, sekaligus perbedaan, dengan koruptor. Satu sisi, pengemis itu sejenis manusia tidak produktif. mengemis itu pekerjaannya. Meminta-minta uang, dari satu rumah ke rumah lain. Atau, diam di satu tempat umum sembari menengadahkan tangan ke setiap pejalan kaki.

Sisi lainnya, untuk "Jadi Pengemis", dituntut memiliki otak yang cerdas ditunjang jasad yang kuat dan sehat, kecuali mereka yang cacat. Logikanya, mereka harus berpikir cerdas menentukan lokasi "basah" dan bergegas menuju ke sana, untuk bekerja. Siang hari, mereka berhadapan dengan terik matahari. Di musim hujan, mereka berhadapan dengan air. Jika malam, mereka berhadapan dengan dingin yang menusuk tulang.

Persamaan pengemis dengan koruptor terletak pada kemauan untuk bekerja mengeluarkan tenaga minimal yang bisa menghasilkan uang maksimal. Tidak dibutuhkan keahlian, selain nyali menahan malu dibilang "pengemis" atau koruptor. Keduanya pun sekarang sama-sama menduduki posisi berkatagori kriminal.

Bedanya, menangkap pengemis itu mudah dibanding menangkap koruptor. Selain itu, pakaian pengemis biasanya lusuh sedangkan pakaian koruptor senantiasa bersih, rapi, dan necis.

Permasalahannya, ada indikasi adanya tranformasi budaya. Pengemis bukan melulu seorang berkondisi miskin dan tidak mampu bekerja, melainkan seorang yang mampu ada juga yang bekerja sebagai pengemis. Awalnya karena kondisi, berubah menjadi tradisi dan kebutuhan.

Seperti terjadi di Desa Pragaan Daja, Sumenep, dan Desa Tianyar Barat dan Desa Tianyar Tengah, Karangasem, Bali. Dari beberapa sumber, ketiga nama desa tersebut diketahui sebagai daerah asal para pengemis. Bahkan secara ekstrem dijuluki DESA PENGEMIS.

Nah, dalam skala Indonesia, keberadaan tiga Desa Pengemis boleh jadibukan aib. Tapi, mestinya itu menjadi perhatian kita bersama, karena ketiganya bukan pula kebanggaan.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar